Friday, September 9, 2011

Nenek-Nenek

Pagi tadi, ketika aku naik angkot, persis dibelakang supir duduk seorang nenek yang sudah sangat tua. Kalau aku estimasi mungkin usianya sudah mencapai angka 70 tahun.

Duduk, sambil menjaga barang bawaannya berupa Tas karung plastik dengan isi didalamnya berupa benda yang dibungkus dengan karton, plus dibawahnya ada Baskom besar.

Duduk, dan terus mendesah.
Bibir tua nan keriput itu, tak henti mengumam dengan tak jelas.

Dengan sangat seksama aku terus memandangi nenek itu. Sambil pikiranku tak henti membayangkan mamiku.
Jujur, aku jadi kangen sama mamiku. Doaku saat itu 'semoga mamiku tidak akan sesusah itu jika sudah tuanya".

Kebayang ngak sich, seorang nenek tua, yang sudah sangat renta. Pergi kepasar seorang diri. Jarak Cibinong - Gang nangka lumayan jauh. Sekitar 30 menit jika tak macet.
Kalau dilihat dari fisik nenek itu. Kurang lebih seperti ini bayangannya :
  • Kulitnya yang sudah sangat-sangat berkeriput.
  • Sudah banyak tahi lalat yang nyaris menutupi seluruh kulitnya yang lumayan sedikit putih.
  • Dengan bibir, yang kurasa sudah tak ada lagi gigi didalamnya.
  • Tatapan matanya yang samar, dengan sekuat matanya memandang & mencoba tetap fokus dalam perjalanannya.
  • Tangannya yang terlihat sedikit gemetar
  • Kakinya yang sebentar-sebentar dia pegang/urut dengan kata-kata yang tak jelas mengurai "sakit sekali kakiku"
  • Rambutnya yang sudah sangat memutih, dibiarkan tergerai sampai selehernya.
Sangat jujur....aku ingin sekali menenangkan nenek ini. Ingin aku bertanya "nenek mau kemana?". Tapi lidahku begitu kelu. Tak ada satu katapun bisa keluar dari mulutku. Hanya tatapan tajamku berusaha membayangkan, bagaimana sebenarnya kehidupan nenek ini dan hendak kemana nenek ini pergi.

Nenek setua ini masih saja berusaha menyambung hidupnya dengan keras.

Ketika, tangannya berusaha mencari sesuatu disaku dasternya. Muncul 3 keping uang logam 500rupiah. Sebentar nenek itu agak bingung, dan seperti mencari-cari sesuatu. Ternyata dia masih mencari 1 keping uang logam 500rupiah. Setelah genap 2.000 rupiah. Nenek itupun kembali tenang.

Ingin disaat itu aku berkata "nenek ngak usah bayar", tapi sekali lagi bibirku benar-benar tertutup rapat. Tak bisa sama sekali aku berbicara, karena saat itu tiba-tiba hatiku bergetar, ingin menanggis rasanya melihat nenek ini begitu berusahanya dalam hidupnya.

Tertatih nenek itu bilang "depan pak supir"...nyaris sangat lirih dan tak terdengar jelas oleh supir.
Dan kedua kalinya nenek itupun bilang kiri, masih dengan suaranya yang lemah.
Ketika hendak turun, yang pertama dia lakukan memberikan recehan 2rb kepada supir angkot (yang seharusnya tarifnya 3ribu). Tapi untungnya supir tidak meminta uang tambahan.

Dengan badan yang lemah, nenek itu berusaha bangkit dari duduknya. Turun, lalu berusaha menurunkan barang bawaannya. Dan ternyata..ketika aku berusaha membantunya...."Yakkk ampunnnn, ternyata isi tas karung itu sungguh sangat berat sekaliiii....entah isinya apa, sungguh aku tak tahu".

Badan yang sedikit Bungkuk & Renta itu....berusaha mengangkat tas karung itu. Dari kejauhan tetap ketika mobil melaju meninggalkan nenek itu seorang diri dipinggir jalanan....aku terus menatap...sampai akhirnya aku tak lagi bisa menatap sosok nenek itu.

Sungguh, ketekunan dan kemandirian yang sangat luarrr biasa untuk nenek tua itu. Akupun merasakan terenyuh sekaligus bangga untuk nenek itu.

Nenek, semoga engkau bisa segera menemukan kebahagiaanmu. GBU